Selasa, 13 Februari 2018

Berpikir Positip
( Power of sufi ).

Tahun 1996 kurs Rupiah 2.300 per satu USD, dan tahun 1998 atau dua tahun kemudian menjadi di atas Rp. 10 ribu. Krisis moneter melanda republik ini.  Banyak teman kehilangan pekerjaan dan usahanya bangkrut. Kalau tadinya mereka menjadi middle class berkarir di perbankan atau punya pabrik, dengan kejadian krismon itu, kelas mereka jatuh. Ada teman yang frustrasi dan selalu meratapi keadaan, akhirnya hidupnya hancur. Ada yang meninggal karena serangan jantung. Ada juga yang terlalu banyak rencana tapi tidak berbuat apapun karena takut uang pesangon atau sisa modal habis.  Akhirnya uang pesangon atau modal habis dimakan dan mereka depresi. Rumah tangga hancur dan mereka kehilangan potensi.

Tetap Postif Dan Semangat ...Jangan Putus Asa

Tapi ada yang ketika musibah terjadi, langsung berbuat dengan uang pesangon atau modal yang tersisa. Mereka langsung mengubah gaya hidupnya. Mereka  ambil risiko untuk keluar dari masalah dengan berbuat sesuatu. Apa yang terjadi kemudian? Sebagian kini jadi pengusaha sukses di bidang perkebunan, perikanan. Ada yang bisa mengekspor ikan tuna ke Jepang dengan nilai hampir Rp 1 triliun. Ada yang punya ribuan hektare kebun sawit dan tambang batubara.

Dan  ada yang langsung namanya masuk dalam urutan orang terkaya di Indonesia karena kepiawaianya sebagai konsultan shadow banking untuk membeli aset yang dikuasai BPPN.  Bahkan, ada yang tadinya hanya distributor barang impor, kini punya pabrik di China, Vietnam. Papa bertemu dengan banyak orang Indonesia yang punya usaha di China, sebagian besar meraka adalah alumni korban krismon 1998. Mereka kaya-raya dan sukses.

Mengapa?
Bahwa semua manusia punya kesempatan sama. Allah Maha Adil. Lantas mengapa ada yang beda nasibnya? Ada yang  kaya dan ada yang miskin? Ada yang kalah dan ada yang menang? Ada yang sukses dan ada yang gagal. Selalu bersanding antara nasib baik dan buruk. Ternyata, bukan karena kehebatan ilmu, bukan karena harta berlebih, bukan karena kesempurnaan tubuh, bukan karena banyak zikir. Bukan! Tapi, mindset. Cara berpikir! Itulah yang membedakan nasib orang satu dengan yang lain. Orang yang pesimistis selalu menghitung masalah yang ada dan membayangkan masalah yang belum ada. Dia selalu jadi pecundang. Apapun yang dia usahakan tetap akan menjadikannya pecundang. Baik dari sisi spiritual maupun dari sisi sosial.

ia bukan penyelesai masalah, tapi bagian dari masalah itu sendiri. Sikap paranoid melekat erat kepada orang yang pesimistis.  Optimism is the most important human trait, because it allows us to evolve our ideas, to improve our situation, and to hope for a better tomorrow. Banyak orang punya titel berlapis, punya harta berlebih dari warisan keluarga, namun akhirnya semua hilang dan dia meradang seumur hidup menyesali yang telah terjadi dan membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Orang yang bernasib baik adalah orang yang mau menerima nasib buruk dan melewatinya dengan tegar! Ya… orang pesimistis melihat kesulitan dalam setiap peluang. Orang optimis melihat peluang di setiap ada kesulitan.

“Dengarlah nasihat Ali Bin Abi Thalib  ‘Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu, jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan kepada Allah bawa kita punya masalah, tapi berkatalah kepada masalah bahwa kita punya Allah SWT. Yang Maha Segalanya.’

Pahamkan sayang.

Kisah hikmah lainnya dapat dibaca buku Cinta Yang Kuberi

#copas dari DDB
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10215070831109492&id=1392220289

0 comments:

Posting Komentar