Jumat, 22 Januari 2021

Terus terang desainer/arsitek itu sebenarnya kurang cocok kalo jadi pemborong atau kontraktor. Bukan karena tidak bisa atau tidak mampu, tapi justru karena terlalu banyak tau sehingga berpotensi merugikan dirinya sendiri.

'Terlalu banyak tau' kok malah bisa merugikan diri sendiri?
Maksudnya gimana?!

Jadi begini...
Di bidang konstruksi, masing-masing pihak memiliki tugas dan andilnya agar bangunan bisa berdiri sempurna.

Beberapa pihak itu adalah...

Desainer/arsitek tugasnya membuat desain perencanaan yg ideal agar bangunan berfungsi secara baik, representatif, cantik dst.
Dengan idealismenya seorang arsitek selalu berambisi untuk membuat bangunan sebagus mungkin agar bisa dibanggakan. Mereka tidak gampang puas. Mereka lebih suka membuat bangunan yg budgetnya tidak terbatas (limitless) karena itu artinya dia bisa dengan leluasa menuangkan seluruh konsep dan ide terbaiknya.

Sementara itu, pemborong/kontraktor bertugas merealisasikan gambar yg dibuat oleh arsitek menjadi sebuah bangunan sesuai dengan spek, kualitas dan besaran kontrak yg disepakati antara dirinya dengan owner (pemilik bangunan). Mereka menyukai pekerjaan yg gampang dan cepat selesai agar bisa mendapatkan profit yg banyak. Intinya, mereka selalu mencari cara bagaimana agar proyek efektif, efisien dan hemat anggaran.

Dari dua peran ini (arsitek & pemborong) saja sudah bertolak belakang fokusnya. Yg satu pengen bagus sampai-sampai tidak begitu peduli harganya, sementara yg satunya pengen ngirit dan cepet selesai.

Dalam proyek yg agak besar malah ada satu pihak lagi yg disebut sebagai konsultan pengawas, posisinya mewakili owner yaitu menjembatani komunikasi antara owner, arsitek dan pemborong. Tugasnya mengawasi dan memastikan kinerja pemborong agar bekerja sesuai dengan kualitas spek, kontrak dan skedul yg telah ditentukan.
Kalo di pabrik bisa disetarakan sebagai QC (quality controller)
Mereka menyukai proyek yg lancar, aman, gampang diatur, semuanya bagus dan tidak banyak perubahan.

Makin gede proyeknya makin banyak pihak yg terlibat didalamnya. Tugasnya juga macem-macem.

Nah, apa jadinya jika seorang arsitek berperan juga sebagai pemborong/kontraktor sekaligus sebagai pengawas?

Bisa nyonyor!!
Beneran....

Contoh nyatanya begini...
Sy ambil sampel pekerjaan bikin pagar & gerbang seperti ini.
Gambar, anggaran dan kontrak sudah disepakati dari awal dan pihak owner memasrahkan sepenuhnya kepada kami selaku arsitek sekaligus pemborong.
Desainnya sudah disetujui juga.
(Lihat desain 1)

Tiba-tiba ditengah jalan arsiteknya mikir "ini kok polos banget ya, sepertinya bakal kurang bagus nanti jadinya.."
Lalu pandai-pandailah dia mengubah desainnya.
Setelah dikonsultasikan pada owner pun setuju, karena terlihat lebih bagus.
(Lihat desain 2)

Pas pelaksanaan, arsitek mikir lagi "Ini kok formasi batuannya terlalu gelap dan polos. Sepertinya nggak nyambung dengan bagian yg lain. Seandainya dibuat variasi pasti lebih bagus!"
Ada ketidakpuasan pribadi dari ego arsiteknya.
Lalu desain pun direvisi lagi dan dieksekusi. (Lihat desain 3)

Disini terlihat jelas ada 2 kali revisi desain namun dengan budget yg tidak berubah (masih sama dengan kontrak awal).
Padahal antara desain 1 dan desain 3 itu beda harganya lumayan jauh wong ada tambahan pembelian batu dan penambahan upah tukang.
Waktunya juga menjadi lebih lama.

Namun dalam hal ini penambahan tersebut tidak selayaknya dibebankan kepada owner karena perubahan tersebut bukanlah atas request dari owner melainkan semata2 akibat ego pribadi dari arsiteknya yg sok perfeksionis dan pengen membuat desain sebagus mungkin dan mempersembahkan yg terbaik.
Owner sama sekali tidak punya kewajiban membayar perubahan tersebut.
Owner tidak salah. 

Lalu diambilkan dari mana budget tambahannya?
Ya itu urusan arsitek merangkap pemborong itulah yg menanggung semua additional work tsb. Salah sendiri gambarnya diganti.
Imbasnya profit pun berkurang gara-gara memenuhi ego tadi.

Coba seandainya... pemborongnya bukan arsitek, cukup kerjakan sesuai spek gambar pertama. Kalo sudah beres, ambil tagihan lalu pulang. Nggak perlu banyak mikirr...hahaha...

Salah sendiri pemborongnya arsitek yg nggak ada puasnya.
Sudah deal kontraknya pun masih juga gambarnya diutak-atik.
Biasanya explorasi ide baru akan di-stop saat admin di kantor mulai mengingatkan "Maaf pak, pengeluaran belanja proyek yg ini sudah melewati plafon RAB kita lho!"

Mak klakep!
Kapokmu kapaaan....

Yah, begitulah sedikit duka seorang arsitek yg merangkap kontraktor.
Namun disisi lain, cerita sukanya juga lebih banyak lagi sih.
Seperti misalnya mendapat reward apresiasi dari owner, apalagi sampai repeat order dan jadi langganan.
Owner juga nggak banyak komplain karena paham kinerjanya.
Trus proses pembayaran juga jadi lancar dan cepet.
Bahkan seperti yg pernah sy posting, banyak juga yg kasih kejutan dengan memberikan bayaran lebih dari jumlah yg ada di kontrak.
Alhamdulillaaah.... rejeki kontraktor sholeh 😁

Semua itu jauh lebih bernilai daripada profit yg tinggi!

#StudioRumahTumbuh
#JumatBerkah
#BerbagiItuIndah
#ApalagiBerbagiYangIndahIndah

Repost link

0 comments:

Posting Komentar