Jumat, 17 Februari 2017

Budi

Ada banyak orang yang namanya Budi. Nama yang sangat umum dan biasa. Saya punya lebih dari sepuluh teman bernama Budi, ada yang jadi pejabat pemerintah, dosen, pedagang burung, tukang las, manajer IT, polisi, pengangguran dan lain-lain. Masing-masing Budi ini memiliki keistimewaan dan jalan hidupnya sendiri-sendiri. Hidup manusia tidak ubahnya seperti sebuah pohon, sekalipun batang dan akarnya sama, tapi cabang dan rantingnya menjalar kesana kemari.

Tapi kali ini saya akan bercerita tentang satu Budi saja, yaitu Budi Herdiana Amin, seorang pengusaha muda. Anak muda yang baru berusia 25 tahun ini sedikit spesial. Saya pertama kali mengenalnya beberapa tahun yang lalu, ketika itu bisnisnya cuma menawarkan jasa membuatkan kartu nama, omsetnya sekitar 80 ribu rupiah per proyek. Dari situ sedikit demi sedikit dia mulai mengenal dunia percetakan, bergaul kesana kemari, aktif di komunitas. Seiring bertambahnya teman dan kenalan, order yang ditanganinya juga semakin beragam seperti banner, katalog, majalah dan lain-lain. Semuanya berada dalam ruang lingkup yang sama yaitu dunia percetakan. Omset bulanannya berkembang sampai beberapa belas juta.

Minggu lalu Budi melakukan loncatan besar dalam bisnisnya, membeli mesin cetak baru seharga 400 juta, import dari Jepang. Uangnya pinjam dari Bank, jaminannya ya mesin itu sendiri. Tidak ada uang pribadi. Ternyata untuk berbisnis, modal dengkul saja sudah cukup, itupun pakai dengkulnya orang lain. Kalkulator dalam kepala saya segera bekerja, kalau semuanya berjalan lancar Insya Allah dalam beberapa bulan ke depan omset per bulannya bisa menembus angka seratus juta.

Budi Herdiana Amin adalah kisah keberanian anak-anak muda. Sedikit ceroboh tidak apa-apa, yang penting berani bertindak dan berbuat. Ada saatnya untuk berpikir menimbang-nimbang resiko dan ada saatnya untuk memutuskan. Saya angkat topi atas keberaniannya, sekedar perbandingan, dulu di umur segitu saya cuma seorang karyawan pabrik yang belum punya nyali untuk berbisnis.

Seperti halnya semua pengusaha, Budi dalam menjalankan usahanya selama ini tidak pernah lepas dari kesulitan dan kekecewaan. Tapi yang namanya gagal, kecewa dan frustasi itu semua ternyata merupakan palu yang disediakan oleh kehidupan untuk menempa kita menjadi lebih baik.

Ada orang yang bermental “galon” (gagal move on) waktunya habis sekedar untuk meratapi kegagalan. Tapi ada pula orang yang sangat cepat melupakan rasa kecewa, karena gagal atau tidak gagal toh kehidupan ini harus berlanjut terus. Setiap hari matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat, matahari nya yang itu-itu juga, tetapi manusia yang ada di bawahnya harus silih berganti menjalani berbagai peran dalam kehidupan.

Saya berharap Budi bisa menjadi contoh bagi anak-anak muda lain di komunitas. Tentang determinasi dan keteguhan hati dalam mengambil keputusan. Kunci dari semua itu adalah ketrampilan dalam memetakan masalah, lalu mengurainya menjadi pokok-pokok persoalan yang lebih kecil. Dari situ maka kita akan mendapat gambaran dan panduan mengenai apa yang harus dilakukan. Cara kerja seperti ini menurut orang-orang sekolahan istilahnya adalah “mind mapping”.

Yang membuat saya berbesar hati, anak-anak muda semacam ini semakin hari semakin banyak di sekitar kita. Ada yang berbisnis di bidang IT, makanan, fashion dan lain-lain. Rata-rata mereka berusia 20-30 tahunan. Kita tidak harus menjadi konglomerat besar yang usahanya hendak menelan dunia, kita juga tidak harus menjadi orang super kaya yang pesawat jet pribadinya mendesing-desing di udara. Kita hanya sekedar wajib membuktikan pada dunia bahwa hidup kita yang sebentar ini ada gunanya bagi orang lain.

Saya berharap di masa depan Budi-Budi yang baru akan terus lahir meramaikan khasanah wirausaha di Kota Cimahi.

Re-post dari FB https://www.facebook.com/widodo.na

0 comments:

Posting Komentar